Sunday, January 11, 2009
PLEASE DON'T PERKOSA GW - A Youndri Story Episode One
Kepercayaan memang segala-galanya. Begitu kita udah percaya pada satu orang, nggak ada yang bisa tergantikan oleh siapapun juga. Walau badai datang, gludug menggelegar, kita tetap percaya pada orang yang kita prcayai itu. Ini gw alami sendiri dengan Hairstylist gw.
Hairstylist itu adalah sebutan keren, buat menggantikan profesi seorang yang ahli dalam menata rambut. Kalo istilah kampungnya, Tukang Potong Rambut. Meski nama dalam jabatan itu ada kata “Tukang Potong”, namun jabatan Hairstylist beda sama Tukang Potong Ayam atau Tukang Potong lain, Tukang Potong Kompas misalnya. Tukang Potong Ayam kudu berdarah dingin dan nggak punya prikebinatangan, karena harus membunuh ayam-ayam. Kalo Tukang Potong Kompas, ini lebih negatif lagi, yakni sebutan buat orang yang mau ambil jalan pintas dengan berbagai cara. Orang yang biasa Potong Kompas sangat licik dan berbahaya. Sementara Tukang Potong Rambut atau Hairstylist, itu lebih style, lebih gaya. Makanya gw gaya. Sok potong rambut di salon sama seorang yang bernama Hairstylist itu.
Hairstylist gw bernama Youndri. Proses pertemuan gw dan kemudian akhirnya jadian sama Youndri, berlangsung singkat aja dan biasa-biasa aja. Ceritanya pas gw masih di kantor lama sekitar tiga tahun lalu. Kebetulan waktu itu kantor gw dekat dengan Pasar Festival, Kuningan (Pasfes). Tinggal turun gedung, jalan kaki 100 meter, nyeberang via jembatan penyeberangan, sampe deh. Di Pasfes ini, ada sebuah salon berinisial “Y” (Maaf, gw nggak mau menyebutkan nama salonnya, karena takut disangka promosi terselubung dan elo jadi tertarik pergi ke situ). Di salon Y inilah gw pertama kali berjumpa dengan kekasih tercinta, ups, salah! maksudnya my future Hairstylist: Youndri.
“Hai godain kita dong,” begitu pertama kali Yondri menyapa gw.
“Boleh aja. Situ harganya berapa?” tanya gw dengan logat ikut-ikutan Bencong Taman Lawang.
“Ah, terserah situ aja, deh!”
Dialog di atas tadi bohong. Bukan Youndri dulu yang menyapa, dan bukan gw pula. Jadi siapa dong? Nggak ada! Waktu itu gw ujug-ujug masuk ke dalam salon dan langsung di-treatment oleh Youndri. Dia tanya mau model seperti apa? Gw jawab, model muktahir yang bisa tahan waktu segala zaman. Gw juga minta tambahan permintaan, model rambut gw kudu membuat wajah gw bersinar-sinar dan look young.
“Gimana kalo aku potingin model spike?” tawar Youndri.
Waktu itu gw nggak ngerti model-model rambut. Maklum, sebelum berjumpa dengan Youndri, gw sempat potong di beberapa tempat. Nggak pernah di satu tempat. Pasti pindah-pindah. Gw pernah potong rambut di samping stasiun Cawang, persis di depan gedung Menara Saidah, MT Haryono, Jakarta Selatan. Di tempat potong rambut yang gw lupa namanya itu, Tukang Potong Rambut-nya asal Padang. Ini bisa dibuktikan dengan kalimat-kalimat yang dilontarkan seperti Tukang Saji di restoran Padang.
Terus terang gw gak puas sama Tukang Potong Rambut asal Padang itu. Bukan membuat tambah ganteng, tapi malah merubah status kelaki-lakian gw jadi sirna ditelan ombak. Masa habis potong rambut gw jadi dibilang mirip Tanti Yosefa? Padahal gw merasa mirip sama Ida Royani. Gw maklum kenapa tempat potong rambut ini nggak bisa membuat rambut gw seindah tampang gw. Kereta api yang setiap 5 menit sekali lewat itu cukup mengganggu konsentrasi si Padang itu dalam memotong rambut gw.
Selain di dekat stasiun kereta api Cawang, gw juga dah pernah coba potong rambut di belakang gedung Sentra Mulia. Kali ini Tukang Potong Rambut-nya asalnya dari Jawa Timur. Kalo nggak salah Purbolinggo. Ini terdengar dari logatnya yang bletak-bletuk kayak Pegawai di warteg. Di tempat ini, lagi-lagi gw nggak puas. Rambut gw terlalu mirip tentara, dimana pitak-pitak yang ada di kepala gw akan nampak jelas sejelas matahari pagi menyinari bumi. Bukan cuma masalah pitak. Kebetulan juga gw nggak pernah suka sama tentara, karena gw orang yang cinta damai. Dengan potongan tentara seperti itu, jadi memposisikan diri gw jadi suka tentara. Ini berbahaya!
Memang sih murah potong rambut di Cawang atau di belakang Sentra Mulia itu. Sekali potong, biayanya waktu itu cuma 7.000 perak buat dewasa. Buat anak-anak, biayanya 5.000 perak. Nggak bisa ngutang, apalagi gesek sama kartu kredit. Duitnya pun nggak boleh lecek.
“Maaf Bos, di sini cuma bisa terima cash,” kata si Tukang Potong Rambut Sentra Mulia yang menolak gw yang udah siap-siap mengeluarkan dompet yang ada banyak kartu kreditnya.
“Ternyata harga murah menyusahkan juga ya?” kata gw dalam hati. “Nggak heran kalo ada slogan: ada harga, ada barang. Harga selanjit, kualitas nggak ngasal”. Dalam konteks ini, harga potong rambut gw.
Akibat pengalaman gw yang tidak mengenakkan dengan para Tukang Potong Rambut, maka gw mencari dari venue satu ke venue lain. Gw juga nggak ngerti dengan model-model rambut yang cocok buat orang lain, eh buat gw maksudnya. Nah, makanya ketika Youndri menawarkan potongan rambut spike, gw rada tolol. Bener-bener nggak mudeng! So, gw pasrah aja. Gw yakin, si Youndri pasti udah ngeliat kepala gw yang indah berseri ini cocok model rambut spike. Gw juga yakin, nggak mungkin salon segede salon “Y” yang namanya udah tersohor di seluruh Indonesia ini, akan dijatuhkan oleh kredibilitas Youndri.
Sehari, dua hari. Sebulan, dua bulan. Akhirnya selesai juga Youndri memotong rambut gw.
“Gimana potongannya Bang?” tanya Youndri.
Tolong dipikirkan kenapa gw menggulirkan kata “bulan” bukan “jam” atau “menit” buat menggambarkan durasi Youndri potong rambut gw. Sebagai orang yang terpelajar dan dewasa, elo pasti ngerti dong? Kalo nggak melihat dengan mata sendiri, mungkin elo akan memaki-maki Youndri. Menuduh doi ada kolusi dengan rambut gw. Korupsi dengan waktu potong, sehingga pelanggan-pelanggan lain banyak yang nunggu. Kok lama banget sih kerjanya? Bukankah rambut gw nggak gondrong-gondrong amat kayak anak metal?
Saudara-saudara Pembaca setanah air yang budiman, Youdri itu orangnya teliti. Doi detail banget potong rambut gw. Nggak boleh ada satu helai rambut pun yang panjangnya nggak sama dengan rambut lain. Kudu sama, sejajar. Supaya rapi. Kalo perlu, rambut-rambut itu ditanyaai satu per satu apakah mereka (si rambut-rambut ini) udah rapi? Kalo nggak sempat ditanyain, ya diukur pake pengaris.
Dalam memotong rambut, Youndri juga menggunakan equiptment yang beda-beda. Nggak cuma satu sisir. Juga nggak cuma satu gunting. Kalo gw perhatikan, doi pertama potong rambut gw dengan shaver. Alat ini digunakan buat potongan rambut gw yang tebal, yakni rambut samping kiri dan kanan dan belakang. Setelah itu, baru deh gonta-ganti gunting. Ada gunting yang model setengah-setengah, maksudnya setengah tajam, setengah lagi gunting model sisir. Lalu gunting yang asli tajam dua-duanya. Kalo rambut gw agak badung, Youndri akan mengeluarkan gunting rumput.
“Kamu adalah orang yang selama ini aku cari! You are brilliant! Fantastic! Great! Prima!” Begitu komentar gw pada hasil potongan Youndri terhadap rambut gw. “Mulai detik ini, kamu aku baptis jadi Hairstylis-ku. Bersediakah kamu?”
Youndri senyam-senyum. Bulu-bulu tangannya yang tersusun rapi dan banyak itu berdiri, sebagaimana bulu dadanya yang lebat membara itu. Nggak tahu kenapa bisa begini bisa begitu. Apakah beliau ereksi melihat gw? Kan gw lelaki? Doi juga lelaki? Apakah status kelaki-lakiannya perlu dipertanyakan? Apakah tiba-tiba Youndri jadi ge’er dipuji hasil kerjanya sama gw dan doi langsung love at the first sight?
Berbagai prediksi soal Youndri, berkibar di otak gw. Terus terang, gw ngerti banget, soal status kelaki-lakian Youndri, gw memang rada bimbang dan ragu. Maklum, gaya bicaranya banci banget. Benar-benar banci Taman Lawang. Tahu dong gimana intonasinya Banci Taman Lawang? Gw yakin, elo semua udah pernah godain Bencong once in a lifetime. Cara berjalan Youndri pun mirip Peragawati ketimbang Peragawan. Padahal doi asli Batak, lebih tepatnya lahir di Berastagi, Sumatera Utara. Marganya aja Pangaribuan. Mohon dibacanya jangan salah! Pa-nga-ri-bu-an! Bukan seribuan.
Ngeri juga sih bergaul dengan pria model Youndri begitu. Soalnya, gw punya story yang nggak mengasyikkan. Maaf, storynya nggak bisa jadi konsumsi publik alias off the record. Meski status Youndri nggak jelas arahnya, gw keukeh membaptis doi jadi Hairstyle gw. Bukankah selama bisa menjaga diri dengan baik terhadap godaian-godaan syeitan yang terkutut, kita akan tetap jadi lalaki normal bukan? Apalagi tujuan utama gw ke salon “Y” cuma buat potong rambut bukan melakukan sesuatu yang dilarang oleh MUI?
“Sering-sering main ke sini ya,” kata Youndri dengan gaya agak menggoda, begitu gw memberikan tips dan hendak keluar dari salon “Y”. “Nanti aku call kamu deh..”
Sambil mengucapkan kalimat tadi, mata kanan Youndri berkedip. Cling! Mirip seseorang yang memberi aba-aba suka. Bibirnya dikulum-kulum sehingga nampak basah. Gw membalas dengan senyuman. Tapi senyuman maksa. Moga-moga Youndri ngerti, gw nggak mau diperkosa. At least until next appointment buat potong rambut gw.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment